KALAU anak kecil
berbohong, itu pastilah karena keluguannya atau kebodohannya. Tapi,
kalau yang berbohong adalah orang dewasa, pastilah karena kelicikannya.
Nah, sekarang, kalau yang melakukan kebohongan adalah Menteri Agama,
kira-kira apa yang mendasarinya?
Yang jelas, kalau Menteri Agama
berbohong, itu bukan karena keluguannya, bukan pula karena kebodohannya.
Itu semua dilakukan dengan kesadaran penuh berhiaskan kelicikan, serta
tentu saja ada sebongkah besar keuntungan duniawi yang menanti di depan
mata syahwatnya.
Suryadharma Ali jelas bukan orang bodoh.
Kalau bodoh, mana mungkin ia bisa jadi menteri dan ketua partai
sekaligus. Suryadharma Ali juga bukan sosok yang tidak paham agama.
Kalau tidak paham agama bagaimana mungkin ia diserahi amanat memimpin
kementrian agama.
Namun, orang yang berpendidikan tinggi
dan paham agama, belum tentu berakhlak mulia, belum tentu punya semangat
membela agamanya, TAPI YANG HARUS DIINGAT BAHWA SDA adalah Politisi yang memenuhi kategori Busuk jadi akan silau oleh kilatan cahaya surga
duniawi yang mewah dan berlimpah.
Dua tahun lalu, di bulan Oktober, Suryadharma Ali pernah mengungkapkan sebuah rencana mulia, membubarkan Ahmadiyah.
Menurut Suryadharma ketika itu, membubarkan paham sesat Ahmadiyah akan
mendatangkan manfaat yang lebih besar daripada terus membiarkan
keberadaannya di Indonesia.
Selain mengatakan faham yang dianut
Ahmadiyah bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran pokok agama Islam,
ketika itu Suryadharma juga melarang Ahmadiyah menggunakan simbol Islam
dalam menjalankan ibadahnya seperti menggunakan Al-Qur’an sebagai kitab
suci, dan beribadah di mesjid. (TEMPO Interaktif, Garut, Jum’at, 29
Oktober 2010 | 18:08 WIB).
Hal yang sama kembali dilontarkan
Suryadharma Ali pada Februari 2011, saat membuka Pertemuan Lanjutan
Pimpinan Pondok Pesantren Se-NTB, di Aula Hotel Lombok Raya, di Mataram.
Ketika itu Suryadharma Ali mengatakan: “Setelah ditimbang-timbang
mana manfaat yang lebih besar, dan dalam pikiran saya dibubarkan
nampaknya lebih cocok, karena tidak berdampak pada masalah lainnya
seperti kerukunan hidup umat beragama.”
Tapi hingga
kini, Oktober 2012, tidak ada kejelasan dari Kementerian Agama bahwa
Ahmadiyah dibubarkan. Apakah Suryadharma Ali berbohong?
Boleh jadi, Suryadharma tidak sekedar
berbohong, tapi sengaja melakukan pembiaran supaya mendapat sejumlah
keuntungan materi dan politis, misalnya. Bisa juga, karena ia memang
gandrung kepada aliran sesat.
Pernyataan bahwa Suryadharma Ali gandrung
kepada aliran sesat, sepertinya bisa dibuktikan melalui sejumlah fakta:
ia pernah menyatakan syi’ah tidak sesat, memuji-muji Al-Zaytun (NII
KW-9), menjadikan tokoh paham sesat LDII sebagai anggota Amirul Haj
2012.
Mengenai paham sesat syi’ah, Menteri Agama Suryadharma Ali pernah mengatakan bahwa Syiah bertentangan dengan ajaran Islam.
Hal itu didasarkan pada surat edaran Kementerian Agama RI no
D/BA.01/4865/1983 yang dikeluarkan pada tanggal 5 Desember 1983 tentang
golongan syiah. Surat itu menyatakan bahwa syiah tidak sesuai dan
bahkan bertentang dengan ajaran islam.
Selain surat edaran Kementrian Agama, hal
itu juga didasarkan pada hasil Rakernas MUI pada 7 Maret 1984 di
Jakarta yang merekomendasikan umat Islam Indonesia agar waspada terhadap
penyusupan paham sesat syi’ah yang memiliki perbedaan pokok dari ajaran
Islam (ahlusunnah wal Jamaah).
Pernyataan
itu disampaikan Suryadharma pada 25 Januari 2012. Namun selang dua hari
kemudian, 27 Januari 2012, Suryadharma Ali menyatakan bahwa ia tidak
merasa pernah menyebut kelompok Syiah sebagai aliran sesat yang berada
di luar Islam.
Perasaan tidak merasa tadi terungkap saat
berlangsung pertemuan antara Tanfidz Ahlul Bayt Indonesia (ABI) dengan
Dewan Syariat PPP, pada hari Jumat malam tanggal 27 Januari 2012.
Pada forum itu, Dewan Syariat PPP atas nama Suryadharma Ali yang juga selaku Menteri Agama maupun ketua Umum PPP minta maaf kepada masyarakat Islam khususnya umat Islam Syiah, bahwa Suryadharma Ali merasa tidak pernah mengatakan bahwa Syiah sesat dan di luar Islam.
Keterangan itu memang disampaikan oleh
Ahmad Hidayat (Sekjen ABI) kepada sejumlah wartawan. Namun, tidak ada
bantahan dari Suryadharma Ali, sehingga bisa disimpukan bahwa keterangan
yang disampaikan Sekjen ABI tadi bisa dikatakan benar.
Kegandrungan Suryadharma Ali terhadap
paham sesat juga bisa dilihat ketika ia pada tahun lalu mengakui bahwa
sejak kunjungan pertamanya pada Rabu 11 Mei 2011 ke Ma’had Al-Zaytun di
Indramayu, dirinya jatuh cinta pada pesantren yang dipimpin oleh Panji
Gumilang tersebut.
Begitu juga pada kunjungan keduanya, Ahad 25 Maret 2012, Suryadharma Ali memuji habis-habisan Ma’had Al Zaytun yang dipimpin Panji Gumilang, tokoh NII KW-9 yang sesat menyesatkan:
“… Pondok Pesantren Al-Zaytun selalu mengedepankan perdamaian dan
toleransi. Pesantren Al Zaytun jauh dari kesan keras. Kesan Islam garis
keras jauh, penyajian musik-musiknya pun beragam, bernuansa Islami dan keindonesiaan.”
Puji-pujian yang menyesatkan. Kesesatan
sebuah paham tidak bisa dilihat dari tampilan luarnya yang terkesan
tidak keras, apalagi bila diukur dari sajian musik yang beragam. Tetapi,
harus disimpulkn melalui sebuah penelitian yang terukur, profesional,
reliable dan valid. Sekedar kunjungan singkat seperti dilakukan
Suryadharma Ali sama sekali tidak bisa dijadikan landasan menilai
sesat-tidaknya sebuah paham.
Sikap
Suryadharma Ali seperti itu jelas jauh dari kepatutan yang seharusnya
dimiliki seorang Menteri Agama, Ketua Parpol yang katanya Islam, dan
Sarjana atau Cendikia yang katanya Islam. Sebuah penelitian
tentang Al-Zaytun yang menyimpulkan sesat, tidak bisa dianulir begitu
saja oleh kunjungan Suryadharma Ali yang hanya beberapa jenak di sana.
Penelitian hanya bisa dibatalkan oleh penelitian yang setara. Begitulah
kaidah ilmiah. Apalagi kesesatan itu menyangkut keyakinan agama. Satu
contoh kecil, dapat dibayangkan betapa sesatnya keyakinan yang
disuntikkan oleh Pesantren Al Zaytun:
Dalam buku Hartono Ahmad Jaiz berjudul Mengungkap Kebatilan Kyai Liberal Cs diungkap
pula faham pluralism agama alias kemusyrikan baru yang nyata di
Pesantren Al-zaytun Indramayu Jawa Barat pimpinan Panji Gumilang ini.
Mari kita simak cuplikannya:
Mengapa gagasan pluralisme agama disebut sebagai gagasan orang dungu? Cobalah simak kejadian berikut ini:
Seorang pemandu tamu Ma’had Al-Zaytun
pimpinan AS Panjigumilang di Indramayu Jawa Barat menjelaskan kondisi
pesantren megah itu kepada pengunjung dalam mobil ketika mengelilingi
pergedungan dan kawasan pesantren ini. Pemandu
mengatakan, pesantren ini menerima juga santri-santri yang non muslim.
Lalu seorang bocah keturunan India dalam mobil ini bertanya, “Lho kok
menerima santri non Muslim Pak, kan ini pesantren?”
“Ya, kami
menerima murid yang non muslim pula, karena semua agama itu sama,
semuanya dari Tuhan juga. Jadi semua agama sama,” jawab pemandu.
Mobil pun tetap berjalan pelan-pelan.
Pemandu masih sering menjelaskan ini dan itu kepada pengunjung sekitar
10-an orang dalam mobil itu. Lalu mobil lewat di depan deretan kandang
yang isinya banyak sapi. Bocah keturunan India itu bertanya lagi:
“Pak, itu banyak sapi, untuk apa pak, sapi-sapi itu?”
“Untuk disembelih, dijadikan lauk bagi para santri,” jawab pemandu.
“Lho, sapi
kok disembelih Pak. Tadi bapak bilang, semua agama sama. Lha kok sapi
boleh disembelih pak?” Tanya bocah keturunan India yang bagi agama dia
sapi tak boleh disembelih itu.
Ditunggu
bermenit-menit tidak ada jawaban dari pemandu. Adanya hanya diam.
Padahal hanya menghadapi bocah yang dibawa oleh bapak dan ibunya dan
belum dapat bepergian sendiri itu.
Baru menghadapi bocah saja, orang yang
berfaham pluralisme agama alias menyamakan semua agama ini sudah tidak
mampu menjawab. Padahal masih di dunia. Apalagi di akherat kelak.
Di dunia ini sudah ada tuntunannya, bahwa agama yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala hanyalah
Islam. Yang lain tidak diridhoi. Maka jelas tidak sama antara yang
diridhoi dan yang tidak. Yang bilang sama, itu hanya orang-orang yang
tak menggunakan akalnya. (Hartono Ahmad Jaiz, Mengungkap Kebatilan Kyai
Liberal Cs, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2010, halaman 48-49).
Apakah keyakinan yang sangat batil itu dapat dianulir begitu saja dengan pujian-pujian SDA tersebut?
Yang paling anyar, kegandrungan
Suryadharma Ali kepada paham sesat bisa dilihat ketika ia (pernah)
menjadikan tokoh paham sesat LDII sebagai anggota Amirul Haj pada musim
haji tahun ini (1433 H).
Tokoh paham sesat LDII yang dimaksud
adalah Abdullah Syam. Ketika itu Suryadharma Ali menyatakan bahwa LDII
yang dulu bernama Islam Jamaah dan didirikan Nur Hasan Ubaidah, setelah
dipimpin Abdullah Syam mengalami perubahan paradigma, sehingga sudah
berbeda dengan Islam Jamaah.
Pernyataan Suryadharma Ali jelas
menyestakan. Karena pada dasarnya tidak ada perubahan apa-apa pada LDII
alias sama saja dengan Islam Jama’ah yang betah memegangi kesesatan
pahamnya dan mengkafirkan kaum muslimin yang tidak menjadi jamaahnya.
Salah satu buktinya, ketika Abdullah Syam
memberikan arahan di hadapan peserta CAI (Cinta Alam Indonesia) yang
merupakan acara tingkat nasional –semacam jamboree nasional kalau
Pramuka— tapi ini bagi generasi penerus Islam Jama’ah, di Wonosalam
Jombang, Jawa Timur, sebagai berikut: “…memperkuat ijtihad nasehat bapak
imam kita…, mengepolkan ajaran Qur’an Hadits jamaah yang dibawa H.
Nurhasan Al Ubaidah, beruntung jadi jamaah karena ibadahnya pasti
diterima kalau salah diampuni. Sedangkan orang luar IJ walaupun
ibadahnya sudah benar secara teori praktek sesuai Qu’an Hadits tapi
tidak berjamaah (menjadi jamaah IJ) maka ibadahnya tidak diterima dan
matinya masuk neraka…”
Bukti ungkapan Abdullah Syam dedengkot
aliran sesat LDII yang sangat sesat dan mengusik keyakinan Muslimin
sedunia itu dimiliki dan telah diedarkan oleh para mantan LDII/ Islam
Jama’ah yang tergabung dalam FRIH (Forum Ruju’ ilal Haq). Diedarkannya
itu sebagai protes atas tindakan Menteri Agama yang mengangkat Abdullah
Syam sebagai anggota Amirul Haj. Namun ternyata Menteri Agama
Suryadharma Ali tetap “ngeyel” dan menganggapnya telah berubah dengan
paradigma baru.
Jadi, LDII itu ya masih sama saja dengan
Islam Jamaah yang sesat menyesatkan. Tapi, oleh Suryadharma Ali
dikatakan sudah tidak sesat lagi. Paham sesat syi’ah juga dikatakan
tidak sesat oleh Suryadharma Ali. Begitu juga dengan NII-KW9 yang sesat
menyesatkan dan sudah banyak makan korban, masih pula dikatakan tidak
sesat. Jadi, kalau Suryadharma yang pernah berjanji akan membubarkan
Ahmadiyah namun tidak kunjung terwujud, ya bisa dimengerti, memang
begitulah watak asli sosok yang gandrung kepada kesesatan.
Menteri Agama yang gandrung membela paham
sesat itu pada dasarnya membahayakan Islam sebagaimana berbahayanya
kaum kafir yang memerangi Islam.
Ancaman keras
Ancaman-ancaman keras atas tindakan
curang, dusta, dan bahkan membahayakan Islam itu sangat jelas di dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Apalagi pelakunya adalah pemimpin atau penguasa.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا [النساء : 115]
115. Dan barangsiapa yang menentang
Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan
jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu[348] dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam,
dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS An-Nisaa’: 115).
[348] Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah bersabda.
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa diberi beban oleh Allah
untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya
Allah mengharamkan Surga atasnya’.” (HR Muslim – 203)
Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi wa Sallambersabda:
سَتَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ ، مَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ ، وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ ، فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ ، وَلَيْسَ يَرِدُ عَلَيَّ الْحَوْضَ ، وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْ عَلَيْهِمْ ، وَلَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ ، وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ ، فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ ، وَسَيَرِدُ عَلَيَّ الْحَوْضَ.
(النسائى في كتاب الإمارة).
“Akan ada setelah (wafat)ku (nanti)
umaro’ –para amir/pemimpin—(yang bohong). Barangsiapa masuk pada mereka
lalu membenarkan (menyetujui) kebohongan mereka dan membantu/mendukung
kedhaliman mereka maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari
golongannya, dan dia tidak (punya bagian untuk) mendatangi telaga (di
hari kiamat). Dan barangsiapa yang tidak masuk pada mereka (umaro’
bohong) itu, dan tidak membenarkan kebohongan mereka, dan (juga) tidak
mendukung kedhaliman mereka, maka dia adalah dari golonganku, dan aku
dari golongannya, dan ia akan mendatangi telaga (di hari kiamat). (HR An-Nasaa’i dalam kitab Al-Imaroh dishahihkan oleh Al-Albani). (haji/tede/nahimunkar.com)
Sumber: